Friday, May 22, 2015

Hukum Adat dan Nilai Universalitasnya

HUKUM ADAT


A.      Pengertian
Istilah Hukum adat adalah istilah terjemahan dari bahas Belanda Adat-Recht yang dikemukakan pertama kali oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers” (orang orang aceh), istilah ini kemudian digunakan juga oleh Van Hollenhoven dalam bukunya yang membahas tentang pokok pokok hukum adat. Van Hollenhoven kemudian mendefinisikan hukum adat sebagai keseluruhan aturan dan tingkah laku positif yang di satu sisi mempunyai sanksi namun disisi lain hukum ini tidak dikodifikasikan. Sedangkan Sukanto membuat cakupan hukum adat yaitu keseluruhan dari kebiasaan, nilai kesusilaan yang kebanyakan tidak tertulis namun memiliki akibat hukum. Dengan menggabungkan definisi dari Van Hollenhoven dan Supomo kita dapat mendefinisikan hukum adat sebagai hukum yang mengatur tingkah laku manusia satu dengan manusia lainnya berdasarkan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat, baik yang merupakan kelaziman, kebiasaan, dan kesusilaan yang mempunyai akibat hukum meskipun kebanyakan tidak dikodifikasikan.

B.      Nilai Nilai Universalitas Hukum Adat
F. D. Holleman dalam pidatonya yang berjudul “De Commune Trek in het Indonesische Recthsleven”, beliau mengungkapkan setidaknya ada 4 sifat umum yang dimiliki oleh hukum Adat dan berfungsi sebagai satu kesatuan, 4 sifat tersebut adalah : Sifat Religio-Magis, Sifat Komun, Sifat Kontan, dan Sifat Konkrit.
·         Sifat Religio-Magis
Sifat ini oleh Bushar Muhammad diartikan sebagai sifat orang Indonesia yang dalam kesehariannya hidup dan bertindak dengan kepercayaan (religi) kepada tenaga tenaga gaib (magis) yang mengisi seluruh alam semesta, baik itu berdiam didalam manusia, hewan, tumbuhan, maupun benda benda yang kekuatannya tersebut menjaga seluruh alam dalam suatu keadaan yang seimbang. Dan untuk menjaga keseimbangan tersebut maka diwujudkan dalam suatu upacara, pantangan atau ritus.
Untuk menjelaskan sifat religio-magis ini Dr. Kuntjaraningrat dalam thesisnya mengemukakan bahwa sifat religio-magis mempunyai beberapa unsur
-          Kepercayaan kepada makhluk makhluk halus, roh roh dan hantu hantu yang menempati seluruh alam semesta dan gejala gejala alam, tumbuh tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda benda
-          Kepercayaan kepada sesuatu kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa peristiwa luar biasa, tumbuh tumbuhan yang luar biasa, binatang dan benda benda luar biasa.
-          Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai “magische kracht” dalam berbagai perbuatan gaib untuk mencapai kemauan manusia dan menolak bahaya gaib
-          Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya gaib yang hanya dapat dihindari dengan berbagai macam pantangan.

·         Sifat Komun
Sifat komunal ini adalah corak atau ciri khusus dari suatu masyarakat yang masih hidup dalam daerah yang terpencil dan dalam kesehariannya masih sangat bergantung pada kekayaan alam atau tanah. Masyarakat yang seperti itu memiliki rasa solidaritas yang tinggi dan mendahulukan kepentingan umum dibandingkan kepentingan individu. Dalam masyarakat sejenis ini desa, masyarakat, dan dusun memegang peranan penting yang menentukan dalam pertimbangan dan pengambilan setiap keputusan. Maka dari itu, keputusan desa adalah berat, berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus dipatuhi dengan hormat dan khidmat.

·         Sifat Kontan
Sifat ini memiliki pengertian bahwa suatu perbuatan nyata, perbuatan simbolis atau pengucapan, maupun tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika iu juga bersamaan dengan tatkala ia berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh adat. Perbuatan hukum yang telah selesai seketika itu juga adalah suatu perbuatan yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. Dalam hukum adat contoh dari penerapan sifat ini adalah penerapan jual beli lepas, perkawinan jujur, dan gadai benda bergerak maupun tak bergerak.

·         Sifat Konkrit
Sifat ini merupakan sifat dimana dalam hukum adat, segala sesuatu yang diinginkan, atau akan dikerjakan diberikan sebuah wujud yang konkrit dalam bentuk benda yang terlihat, maupun hanya menyerupai sebuah obyek yang dikehendaki (symbol, benda magis). Misalnya apabila hendak membalas dendam pada seseorang maka dukun menggunakan santet dengan membuat patung, boneka atau barang lain kemudian barang tersebut dimusnahkan, dibakar, dipancung, dan lain lain. Dari contoh tersebut terlihat kepercayaan dengan mewujudkan suatu hal dalam bentuk yang onkrit atau menyerupai sebuah obyek, dalam hal ini boneka.

C.      Eksistensi Hukum Adat di Masa Depan
Eksistensi hukum adat di Indonesia diakui dalam konstitusi pasal 18B yang berbunyi : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan sesuai Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang Undang”. Disini terlihat bahwa hukum adat ada bukan sepanjang periode kekuasaan, kemauan politik atau penguasa tertentu, tetapi sepanjang masih mendapat pengakuan dari konstitusi.
           Apabila diperluas di kancah Internasional, maka eksistensi Hukum Adat ini didukung oleh pengakuan PBB atas hak hak masyarakat adat yang antara lain : mengakui dan menegaskan bahwa warga warga masyarakat adat diakui, tanpa perbedaan, dalam semua hak hak asasi manusia yang diakui dalam hukum Internasional, dan bahwa masyarakat adat memiliki hak hak kolektif yang sangat diperlukan dalam kehidupan dan keberadaan mereka dan pembangunan yang utuh sebagai kelompok masyarakat.
       Deklarasi PBB ini tentunya muncul bukan tanpa alasan, melainkan karena adanya indikasi bahwa masyarakat hukum adat tidak dapat menikmati hak hak nya secara maksimal seperti halnya masyarakat pada umumnya karena haknya yang tidak diatur konstitusi maupun karena kebudayaannya yang mulai pudar. Dalam pengakuan PBB tersebut menyatakan bahwasanya masyarakat adat tentu mempunyai hak yang sederajat dengan masyarakat lainnya karena pada dasarnya merekalah penduduk asli dari wilayah Negara tersebut.

          Dalam sudut pandang ini, tentunya adanya globalisasi maupun tidak diaturnya dalam hukum Negara lantas merampas hak hak dan hukum yang telah diterapkan dalam masyarakat adat. Tidak dapat dijadikan alasan bahwasanya globalisasi lebih penting dibandingkan adat yang dimiliki wilayah dan negaranya sendiri, yang merupakan nilai nilai yang hidup dan membantu mereka dalam membentuk pola pemikiran dan menjaga keseimbangan didalam kehidupan bermasyarakat melalui hukumnya. Maka dari itu tentunya hukum adat ini harus senantiasa dijaga dan dilestarikan keberadaannya karena hukum Negara tidak akan dapat menyelesaikan segala masalah dengan sendirinya, dan perlu diingat bahwa hukum Negara pun dalam penyelesaian suatu masalah tetap harus mempertimbangkan adat yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga dapat dipahami bahwa adanya hukum adat ini sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN

1.       HAK SELAMA IDDAH
a.       Menurut Undang Undang Perkawinan
·         Pasal 41 c : pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri
b.      Menurut Kompilasi Hukum Islam
·     Pasal 152      : Bekas Istri berhak mendapatkan nafkah dar bekas suamnya kecuali   nuzyuz
·   Pasal 149 (b) : bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberi nafkah, maskan dan kiswah, kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
c.       Menurut Fiqih
·         Wanita yang menjalani masa iddah berhak tinggal dirumah suaminya selama masa Iddah, dasekaarnya adalah QS.Ath-thalaq:1
·     Wanita berhak menerima nafkah dari suaminya selama masa iddah, nafkah bisa berupa makanan, pakaian, harta, dsb.
·    Istri yang ditalak sebelum digauli dan belum mendapatkan pembayaran mahar secara penuh dari suaminya, maka ia berhak atas setengah dari mahar yang telah dientukan suaminya saat akad. Dasarnya QS.Al-Baqarah:237

2.       HAK NAFKAH MUT’AH
a.       Menurut kompilasi hukum Islam
·   Pasal 149 a  : bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajb memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrnya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul
·    Pasal 158      : Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat : a) belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da dukhul, b) perceraian itu atas kehendak suami
·     Pasal 159      : Mut’ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158
·         Pasal 160      : besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.
b.      Menurut Fiqih
·    Allah mewajibkan tunjangan kepada istri yang ditalak. Akan tetapi Allah tidak menentukan jumlahnya, namun memberi petunjuk dengan pemberian yang ma’ruf sesuai keadaan suami. Para fuqaha berdasar pada QS Al-Baqarah ayat 236. Dan kewajibanini muncul apabila perceraian terjadi atas kehendak suami.

3.       HAK NAFKAH UNTUK ANAK
a.       Menurut Undang Undang Perkawinan
·         Pasal  41       : a)baik inu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak anaknya, semata mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak anak pengadilan memberi keputusannya, b) bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu : bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
·        Pasal 45 : 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak anak mereka sebaik baiknya
·  Pasal 49 : 2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
b.      Menurut Kompilasi Hukum Islam
·     Pasal 105 c : dalam hal terjadinya perceraian biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya
·        Pasal 106      : 1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat diindarkan lagi. 2) orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).

4.       HAK ASUH ANAK
a.       Menurut Undang Undang Perkawinan
b.      Menurut Kompilasi Hukum Islam
·   Pasal 105      : Dalam hal terjadinya perceraian a) pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau berumur 12 tahun adalah hak ibunya, b) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya, c) biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
c.       Menurut Fiqih
·         Berdasarkan hadis Rasulullah riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim, seorang ibu berhak mengasuh anaknya selama ia masih kecil dan membutuhkan pelayanan seorang perempuan, selama ibunya belum menikah. Dan anak diizinkan memilih apabila ia sudah mumayyiz

5.       HARTA BERSAMA
a.       Menurut Undang Undang Perkawinan
·       Pasal 37        : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing masing
b.      Menurut  Kompilasi Hukum Islam
·     Pasal 96        : 1) apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama, 2) pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan peradilan agama
·      Pasal 97        : Janda atau duda cerai hidup masing masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

c.       Menurut Fiqih