Thursday, March 24, 2016

Larangan Menyuap Hakim

LARANGAN MENYUAP HAKIM

BAB I
PEMBAHASAN
A.   Hadis dan Takhrij
·        Hadits riwayat Abu Daud No.3109

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Terjemahan      :
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin 'Amru ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang yang memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya."
Urutan Sanad dan Rawi
NAMA
SANAD
RAWI
Abu Daud
Mukharrij
6
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ
1
5
ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ
2
4
الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
3
3
أَبِي سَلَمَةَ
4
2
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍ
5
1

            Takhrij Hadis
1.      Ahmad bin Yunus / َحْمَدُ بْنُ يُونُسَ (Sanad pertama dan perowi kelima)
Mempunyai nama lengkap Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qais, serta kuniyahnya adalah Abu ‘Abdullah. Beliau berasal dari kalangan Tabi’ul Atba’ kalangan tua. Semasa hidupnya, beliau tinggal di Kufah dan wafat pada tahun 227 H. menurut Abu Hatim, An Nasa’I, Utsman bin Abi Syainah, Ibnu Hibban, dan Adz Dzahabi, beliau adalah seorang Tsiqah, bahkan menurut Ibnu Hajar al ‘Asqalani beliau adalah seorang Tsiqah Hafidz.

2.      Ibnu Abu Dzi’b /  ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ(Sanad kedua dan perowi keempat)
Mempunyai nama lengkap Muhammad bin 'Abdur Rahman bin Al Mughirah bin Al Harits bin Abi Dzi`b, serta Kuniyahnya adalah Abu Al Harits. Beliau berasal dari kalangan Tabi’in kalangan biasa. Semasa hidupnya beliau tinggal di Madinah dan wafat pada Tahun 158 H. menurut Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, An Nasa’I, Ibnu Hajar al ‘Asqalani, dan Adz Dzahabi, beliau adalah seorang Tsiqah.

3.      Al Harits bin Abdurrahman / الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ (Sanad Ketiga dan Perowi Ketiga)
Mempunyai nama lengkap Al Harits bin 'Abdur Rahman. Beliau berasal dari kalangan Tabi’in kalangan biasa. Menurut An Nasa’I beliau adalah seorang Laisa biha ba’s, begitu juga Ibnu Hajar al ‘Asqalani menganggapnya shaduuq.

4.      Abu Salamah /  َبِي سَلَمَةَ (Sanad keempat dan Perowi kedua)
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Abdur Rahman bin Auf, serta kuniyahnya adalah Abu Salamah. Beliau berasal dari kalangan Tabi’in kalangan pertengahan. Selama hidup, beliau tinggal di Madinah dan wafat pada Tahun 94 H. Menurut Abu Zur’ah dan Ibnu Hibban beliau adalah seorang Tsiqah.

5.      Abdullah Bin Amr / عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍ (Sanad terakhir dan Perowi pertama)
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash bin Wa’il, dan kuniyahnya adalah Abu Muhammad. Beliau berasal dari kalangan Shahabat, hal ini pun diperkuat dengan pendapat Ibnu Hajar Al Atsqalani dan Adz Dzahabi. Semasa hidupnya beliau tinggal di Maru dan wafat pada Tahun 63 H.

B.   Keyword Hadis
C.     لَعَنَ
·       لَعَنَ               : Melaknat
·    الرَّاشِي           : Orang yang menyuap. Diartikan sebagai orang yang memberikan suap kepada pihak yang siap mendukung perbuatan bathil.
·       الْمُرْتَشِي        : Orang yang menerima suap.[1]

Keterangan      :
Baik Ar-rosyi maupun Al-Mutarosyi berasal dari kata dasar riswah yang berarti suatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara. Sedangkan riswah itu berasal dari kata dasar rosya yang berarti tali timba yang dipergunakan untuk mengambil air dari sumur.[2]

D.   Asbabul Wurud
Sejauh yang saya cari, saya belum bisa menemukan asbabul wurud dari hadis ini.

E.    Munasabah Hadis
·        Hadits Riwayat Tirmidzi No. 1257

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ خَالِهِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Terjemahan      :
Telah menceritakan kepada kami Abu Musa Muhammad bin Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al 'Aqadi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari bibinya Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin Umar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknati penyuap dan yang disuap. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.

Keterangan      :
Hadis ini memiliki matan yang sama dengan hadis riwayat Abu Daud nomor 3109 yang berbunyi bahwa Rasulullah melarang penyuap dan orang yang menerima suap. Selain itu, hadis ini dan hadis riwayat Abu Daud memiliki persamaan Rowi dari perowi pertama hingga perowi yang keempat. Disebutkan juga dalam hadis ini bahwa menurut Abu Isa, hadis ini hasan.

·        Hadits Riwayat Ahmad No. 6246

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ خَالِهِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
Terjemahan      :
Telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi`b dari pamannya Al Harits bin Abdirrahman dari Abu Salamah bin Abdirrahman dari Abdullah bin Amr, dia berkata; Rasulullah SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap.

Keterangan      :
            Hadis ini mempunyai matan yang sama dengan hadis riwayat Abu Daud nomor 3109 dan Hadis riwayat Tirmidzi nomor 1257. Selain itu, hadis ini mempunyai rowi yang sama dengan kedua hadis diatas mulai dari perowi pertama hingga perowi keempat. Dan perowi kelimanya adalah Waki’.

F.    Syarah Hadis
·  Dr. Yusuf Qardhawi mendefinisikan suap sebagai suatu yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan atau jabatan untuk mensukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawan-lawannya sesuai dengan apa yang ia inginkan[3]. Sedangkan mengenai hadis atau hukum menyuap ini, beliau memberikan komentar, “siapa yang memiliki hak, lalu terancam atau terbengkalai, sedangkan ia tidak bisa mendapatkan kembali hak tersebut kecuali dengan suap, maka idealnya dia harus bersabar, hingga Allah memberikan jalan terbaik untuk mendapatkan haknya kembali. Jika terpaksa melalui jalur suap, maka penerima suap lah yang berdosa. Sedangkan penyuap –Insya Allah- tidak masalah, jika dia sudah berupaya semaksimal mungkin melalui jalur yang wajar dan syar’I mengalami kesulitan, mentok dan buntu, sepanjang upaya tersebut untuk mendapatkan haknya dan tidak merugikan sesama[4].

G.   Analisa Kontekstual
Contoh kasus 
            Tindak pidana penyuapan ini selain sudah dilarang menurut hadis Nabi SAW juga sudah diatur dalam hukum positif yang ada di Indonesia, hukumnya pun sama, yakni bahwa tindak pidana penyuapan tersebut adalah dilarang. Maka dari itu, bagi pelaku maupun penerima suap akan dikenakan hukuman yang tegas. Dalam hukum positif Indonesia, tindakan penyuapan ini digolongkan pada tindak pidana korupsi, sehingga diletakkan dalam 1 Undang Undang yang mengatur tentang tindak opidana korupsi.
Pengertian suap menurut perspektif Indonesia, menurut UU No.11 Tahun 1980, dalam pasal 2 disebutkan, bahwasanya yang disebut sebagai tindakan penyuapan adalah “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,…”, sedangkan penerima suap, dijelaskan dalam pasal 3 Undang undang yang sama yang berbunyi sebagai berikut,”Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,…”.
Untuk hukuman bagi pelakunya, terjadi perbedaan aturan didalam UU No. 11 Tahun 1980 dengan KUHP dan UU No. 20 Tahun 2001 (korupsi dan penyuapan), dijelaskan dalam UU No. 11 Tahun 1980, pelakunya baik pelaku penyuapan maupun hakim yang menerima suap dipidana denda  sebanyak banyaknya Rp.15.000.000 dan hukuman penjara paling lama bagi 5 Tahun bagi penyuap dan 3 Tahun bagi hakim yang menerima suap. Sedangkan menurut KUHP, hukuman bagi seorang hakim yang menerima adalah hukuman pidana penjara paling lama 9 Tahun, dan belum diatur mengenai hukuman pelaku penyuapan[5]. Sedangkan didalam UU No. 20 Tahun 2001, seseorang yang melakukan dan menerima tindak pidana penyuapan diancam dengan hukuman penjara minimal 3 Tahun dan maksimal 15 Tahun penjara serta dipidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 dan paling banyak Rp. 750.000.000[6].
Dampak yang lebih buruk, yaitu pada segi social, tindak penyuapan ini memicu lahirnya para penegak hukum yang tidak obyektif. Para penegak hukum yang terkena suap, apalagi jika jumlahnya besar, seringkali melaksanakan hukum tidak obyektif. Mereka mudah memutar balikkan fakta, yang salah mereka menangkan, yang benar mereka salahkan. Membiarkan para penindas dan bahkan justru menghukum orang orang yang tertindas.
Hal tersebut tentunya sangat buruk bagi kelangsungan hukum di Indonesia kedepannya, hal ini secara perlahan akan membuat moral para penegak hukum maupun para pihak  yang memiliki masalah bobrok. Mereka merasa dengan menyuap maka segala urusan dapat mereka percepat, segala perkara dapat mereka menangkan, dan lebih buruk, hakim atau penegak hukum yang mengetahui hal tersebut salah, justru menganggap hal tersebut sebagai kesempatan menambah penghasilan. Hal ini tentu saja menghalangi tujuan untuk menegakkan keadilan, membela yang haq dan menghukum yang bathil.
Praktek penyuapan ini nyatanya tidak hanya eksis di peradilan, namun sudah menggerogoti hamper seluruh lini kehidupan. Seperti untuk mendaftar sekolah, membuat surat izin mengemudi, dan lain lain. Hal ini tentu menunjukkan bahwa mental bangsa Indonesia secara perlahan telah dirusak oleh kebiasaan melakukan suap ini. Maka dari itu, suap harus segera diberantas dan para pelaku yang terlibat didalamnya pun harus ditindak tegas, supaya kedepannya dapat diwujudkan sebuah keadilan, agar tidak merusak mental bangsa Indonesia karena tindak suap ini seperti halnya penyakit yang semakin lama semakin menggerogoti seluruh lini kehidupan.



DAFTAR PUSTAKA
·         Terjemahan Sunan Abu Daud
·         Terjemahan Sunan Tirmidzi
·         Qadir Hasan,A(1982).Ilmu Mushthalah hadits.Bandung:Diponegoro
·         Abdul Halim Ahmad S.Abu(1996).Suap:Dampak dan bahayanya bagi masyarakat.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar
http://library.islamweb.net/hadith/index.php


[1] Ibnu Atsir dalam Abu Abdul Halim Ahmad.Suap dampak dan bahayanya : tinjauan Syar’I dan social.hlm.17
[2] Ibid,hlm.17
[3] Yusuf Qardhawi.Halal wal Haram.hlm.123
[4] Ibid.hlm.323
[5] Pasal 1 dan 2 Kitab Undang Undang Hukum Pidana
[6] Pasal 6 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang korupsi

0 comments:

Post a Comment